28 October 2025

Get In Touch

Jurus Entrepreneur The Giver's Mindset: Ubah Cara Pandang dari Meminta ke Memberi

Suyoto, Pengajar Unmuh Gresik
Suyoto, Pengajar Unmuh Gresik

OPINI (Lentera) -Salah satu jebakan berpikir yang sering menghambat perkembangan diri adalah kebiasaan meminta bantuan. Meski pernyataan ini terkesan kontroversial, namun pola pikir ini tanpa disadari justru dapat menjadi penghalang kesuksesan. Mengapa?

Pertama, fokus pada kelemahan mengabaikan kekuatan. Psikologi positif, yang dipelopori Martin Seligman, menegaskan bahwa kesadaran akan character strengths (kekuatan karakter) adalah kunci menuju flourishing -keadaan sejahtera dan optimal.

Ketika kita terlalu sering meminta bantuan, perhatian kita teralihkan pada apa yang tidak kita miliki. Akibatnya, potensi dan talenta terpendam yang Allah anugerahkan justru terabaikan dan tidak tergali. Kita menjadi seperti pengemis yang duduk di atas harta karun, tetapi sibuk memandang mangkuk kosong di tangannya.

Kedua, mentalitas meminta menjauhkan peluang. Dalam ilmu komunikasi, pesan yang kita sampaikan mencerminkan identitas diri. Sikap yang terlalu sering "meminta" tanpa tawaran nilai tambah, tanpa disadari, memancarkan vibrasi ketergantungan.

Dalam interaksi sosial maupun profesional, manusia pada hakikatnya tertarik pada sinergi dan nilai tambah. Sebagaimana firman Allah dalam QS. An-Najm (53): 39, "Dan bahwa manusia hanya memperoleh apa yang telah diusahakannya." Ayat ini menegaskan prinsip cause and effect (sebab-akibat). Dunia lebih tertarik pada orang yang aktif menciptakan nilai (usaha), bukan pasif menunggu uluran tangan.

Ketiga, setiap orang memiliki "kapal"-nya sendiri. Setiap insan dibebani oleh Allah dengan ujiannya masing-masing, sesuai dengan kemampuannya (QS. Al-Baqarah: 286). Dengan membiasakan meminta, kita tanpa sadar berusaha memindahkan "beban" kita ke pundak orang lain. Sayangnya, tidak banyak orang yang sanggup atau bersedia menanggung beban hidup orang lain secara berkelanjutan. Hal ini justru dapat merenggangkan relasi.

Transformasi Mental: dari Pengemis menjadi pemberi manfaat

Lantas, apa solusinya? Islam justru mengajarkan kita untuk menjadi pemberi, bukan peminta. Rasulullah SAW bersabda, "Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya." (HR. Ahmad). Paradigma ini harus diubah total. Alih-alih meminta bantuan, hadirkanlah diri dengan semangat memberi manfaat dan menciptakan nilai tambah.

Setiap masalah, termasuk yang kita hadapi, harus dilihat sebagai ruang belajar untuk tumbuh.

Saat kita perlu melibatkan orang lain, sampaikanlah masalah tersebut bukan sebagai beban yang perlu ditanggung, melainkan sebagai tantangan bersama yang perlu dipecahkan. Kemudian, posisikan diri kita sebagai pihak yang siap memikul tanggung jawab terbesar dalam mewujudkan solusi tersebut.

Misalnya, alih-alih berkata, "Saya butuh bantuan Anda untuk menyelesaikan proyek ini," kita bisa mengkomunikasikan, "Saya sedang mengerjakan proyek X yang memiliki potensi besar untuk [sebutkan manfaat]. Saya yakin dengan kolaborasi kita, kita bisa mencapai hasil yang lebih gemilang. Saya telah menyiapkan [rencana A, B, C] dan siap memimpin eksekusinya."

Dengan pendekatan ini, kita tidak lagi dilihat sebagai pihak yang lemah, melainkan sebagai mitra yang penuh inisiatif, bertanggung jawab, dan menawarkan nilai tambah. Kita beralih dari mental fixed mindset yang pasif menuju growth mindset yang percaya pada kapasitas untuk berkembang.

Dengan meninggalkan mentalitas meminta dan beralih kepada semangat memberi, kita tidak hanya menjalankan sunnah Rasulullah SAW, tetapi juga mengaktifkan hukum tarik-menarik alam semesta: memberi untuk menerima, berusaha untuk mendapatkan, dan berkontribusi untuk berkembang.

Inilah jalan untuk membuka potensi luar biasa yang telah Allah titipkan dalam diri kita (*)

Penulis: Suyoto, Pengajar Unmuh Gresik|Editor: Arifin BH

Share:

Punya insight tentang peristiwa terkini?

Jadikan tulisan Anda inspirasi untuk yang lain!
Klik disini untuk memulai!

Mulai Menulis
Lenterasemarang.com.
Lenterasemarang.com.