
JAKARTA (Lentera) - Kementerian Kehutanan (Kemenhut) bersama Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) Tim Garuda berhasil membongkar kasus pembalakan liar dan menyita 4.610,16 meter kubik kayu bulat berasal dari Hutan Sipora, Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat yang merugikan negara Rp240 miliar.
Direktur Tindak Pidana Kehutanan Ditjen Penegakan Humum (Gakkum) Kemenhut, Rudianto Saragih Napitu menyampaikan penyitaan itu merupakan tindak lanjut operasi gabungan penertiban lapangan pada 4 Oktober 2025, ketika Satgas PKH dan Ditjen Gakkum menyegel areal operasi dan serta menguasai sarana produksi di HPT Sipora untuk menghentikan kegiatan pembalakan liar, yang dilanjutkan dengan penyidikan individu IM dan PT BRN.
"PT BRN diduga kuat menjalankan pembalakan liar secara terorganisir di Hutan Sipora sejak 2022 hingga 2025, khususnya pada wilayah Desa Tuapejat dan Desa Betumonga. Dengan modus menebang kayu di luar area izin, bahkan masuk kawasan hutan lalu memanipulasi dokumen Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan (SKSHH) agar kayu ilegal terlihat seolah-olah legal," kata Rudianto di Jakarta mengutip Antara, Rabu (15/10/2025).
Dalam operasi itu, Ditjen Gakkum bersama Satgas PKH Tim Garuda, Kejaksaan Agung, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Kementerian Perhubungan, Tentara Nasional Indonesia (TNI), dan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) menyita 4.610,16 meter kubik kayu bulat asal Hutan Sipora, Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat yang diangkut oleh tug boat Jenebora I dengan tongkang Kencana Sanjaya & B di Pelabuhan Gresik, Jawa Timur.
Keterangan dari pekerja menunjukkan sudah dilakukan tiga kali pengiriman log ke Surabaya dengan akumulasi kurang lebih 11.629,33 meter kubik, termasuk yang kini diamankan oleh pemerintah.
Hasil analisis citra satelit dan verifikasi lapangan memperlihatkan luasan terdampak sekitar 597,35 hektare (ha). terdiri atas 7,79 ha jalan pada areal hutan produksi dan sekitar 589,56 ha di luar persetujuan Pemegang Hak Atas Tanah (PHAT).
"Pola ini kami temukan berulang pada beberapa lokasi PHAT (Rusmin I, Rusmin II, dan Rusmin III) di Tuapejat. Di samping penegakan pidana kehutanan, kami menyiapkan penerapan rezim Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) untuk menutup ruang keuntungan ilegal dan memperkuat efek jera bagi pihak yang menikmati manfaat utama,” jelas Rudi.
"Indikasi potensi kerugian negara akibat pembalakan liar di Hutan Sipora kami perkirakan sekitar Rp240 miliar, termasuk nilai kayu yang telah ditebang sekitar Rp42 miliar serta kerusakan ekosistem dan lingkungan yang menyertainya," tambahnya.
Dalam pernyataan serupa, Dirjen Gakkum Kemenhut, Dwi Januanto Nugroho menyatakan langkah penyidikan kasus di Mentawai dan dilanjutkan sampai ke hilir di Gresik adalah kebijakan negara untuk menutup celah perusakan hutan dari hulu ke hilir.
"Untuk menutup celah penyamaran kayu ilegal, Kementerian Kehutanan telah mengkoreksi kebijakan dengan membekukan sejumlah Persetujuan Pemanfaatan Kayu pada areal Hak Atas Tanah (PHAT) yang bermasalah dan mewajibkan verifikasi alas hak secara ketat oleh dinas kehutanan provinsi. Ke depan, pengawasan terhadap pemegang PBPH dan pelaku usaha kehutanan kami perketat berbasis keterlacakan bahan baku dan kepatuhan terukur," tuturnya.
Dia mengingatkan, pelanggaran akan dikenai sanksi berlapis yaitu administratif, perdata, pencabutan izin, hingga pidana bila terpenuhi unsur-unsurnya.Untuk kasus pembalakan liar di Hutan Sipora, para pelaku diancam dengan pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda maksimal Rp15 miliar.
Editor: Arief Sukaputra