
OPINI (Lentera) -Menteri Keuangan Yudhi Sadewa menyoroti dominasi produk China di pasar busana muslim Indonesia yang mencapai 99 persen.
Soal yg pertama menghawatirkan, ke-khasan budaya busana muslim secara berangsur-angsur akan berwajah budaya asing. Suatu penjajahan samar-samar menggerus secara sistematis dan berbahaya.
Kronologisnya bermula ketika pasar domestik Indonesia menjadi target utama produsen tekstil global karena jumlah penduduknya yang besar, lebih dari 270 juta jiwa.
China, sebagai eksportir tekstil terbesar di dunia, memanfaatkan peluang ini dengan menguasai lebih dari 31 persen pasar global, termasuk segmen busana muslim.
Purbaya terkejut mengetahui fakta ini saat menghadiri sebuah acara fashion show yang didukung oleh Bank Indonesia. Meskipun desain busana muslim lokal bagus, namun mayoritas produk yang beredar di pasar Indonesia justru berasal dari China.
Purbaya akan memberantas barang ilegal untuk meningkatkan daya saing produk lokal. Tujuannya mengurangi dominasi produk impor China di pasar busana muslim Indonesia.
Dominasi produk China tersebut menimbulkan kekhawatiran kedua, menyebabkan industri tekstil dan garmen lokal sulit bergerak dan akan gulung tikar. Bisa jadi ini berkembang akibat ketidakmampuan bersaing dengan harga murah produk impor.
Menteri Purbaya akan memanggil pengusaha untuk membahas strategi meningkatkan daya saing produk lokal. Langkah ini diharapkan dapat mengurangi ketergantungan pada produk impor.
Produk impor kata Purabaya, sering kali tidak memenuhi standar kualitas yang ditetapkan oleh pemerintah, sehingga membahayakan konsumen.
Karena itu pemerintah berkomitmen meningkatkan kualitas produk dalam negeri untuk bersaing di pasar global dan memperkuat ekonomi nasional.
Langkah pemerintah untuk melindungi industri lokal dinilainya sangat penting guna menjaga keberlangsungan industri dan meningkatkan kualitas produk dalam negeri.
Menurut catatan, sebenarnya Pemerintah telah mengambil langkah-langkah untuk mengatasi masalah ini, seperti menerapkan safeguard pada Oktober 2025.
Namun, regulasi yang pro-impor masih menjadi hambatan bagi industri tekstil dan garmen lokal. Ekonom Senior INDEF Enny Sri Hartati punya beda pandangan, bahwa kondisi ini bukan karena kualitas produk lokal yang buruk, melainkan karena regulasi yang masih berpihak pada impor.
Deretan kekurangan
Banyak kekurangan produk busana yang harus diurus: harga yang relatif tinggi, kualitas kurang bervariasi, kurangnya promosi dan pemasaran yang efektif, ketergantungan pada teknologi yang sudah usang dan keterbatasan akses ke pasar global.
Disini sebenarnya intervensi pemerintahan dihadirkan dengan solusi.
Faktor-faktor yang dapat membuat harga jual produk busana lokal menjadi tidak kompetitif dibandingkan dengan produk impor : biaya bahan baku dan tenaga kerja, keterbatasan teknologi dan infrastruktur yang memadai, biaya pemasaran dan distribusi yang mahal, pajak dan biaya lain-lain yang dibebankan kepada produsen. Yang paling berat, ketergantungan pada bahan baku impor yang harganya tidak stabil.
Dari faktor - faktor gelap tersebut, maka pergerakan yang dilakukan pemerintah tidak cukup hanya memberantas produk impor melainkan ada kisi - kisi sulit yang perlu diurus dan diselesaikan lebih dulu sebagaimana kesulitan - kesulitan diatas tadi.
Strategi jitu
Cara yang mendesak bagaimana pemerintah menaikkan tarif impor produk tekstil untuk melindungi industri lokal dari dominasi impor terutama China, termasuk bagaimana regulasi diterapkan secara ketat. Strategi jitu ini akan berperan memukul impor lebih tegas.
Termasuk kekuatan memberantas barang ilegal dan meningkatkan kualitas produk lokal agar dapat bersaing di pasar domestik dan global.
M. Rohanudin|Editor: Arifin BH