 
      SURABAYA (Lentera)— Proses seleksi calon Direktur Perusahaan Daerah Taman Satwa Kebun Binatang Surabaya (KBS) kembali menuai sorotan. Aliansi Pecinta Satwa Liar Indonesia (Apecsi) menilai sembilan nama yang lolos seleksi administrasi sama sekali tidak dikenal dalam dunia konservasi satwa.
Dalam dokumen resmi yang ditandatangani Ketua Panitia Seleksi (Pansel) Agung Bayu Murti, SE., M.SE. pada 22 Oktober 2025, tercatat sembilan peserta yang dinyatakan memenuhi syarat administrasi seleksi anggota Direksi PD Taman Satwa KBS. Mereka adalah Bony Fasius, S.Sos., M.AP., Dedy Darsono Gunawan, Hariyono, ST.CRP, Ivy Juana, S.Sos., SH., MH., Jajeli Rois, S.E., H. Moch. Unsi, SH.
Lalu Muhammad Syarifullah, SH., Rachmad Wahyudi Wibowo, ST., dan Yanuar Budianto, SE., MM.
Koordinator Apecsi, Singky Soewadji, menilai hasil seleksi tersebut mencerminkan kurangnya keseriusan Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya dalam menjaga marwah lembaga konservasi tertua di Indonesia itu.
“Dari sembilan nama calon direktur, tidak ada satu pun yang dikenal di dunia konservasi. Bahkan tiga di antaranya justru berlatar belakang sarjana hukum. Ini seleksi direktur lembaga konservasi atau lembaga bantuan hukum?” sebut Singky, Jumat (24/10/2025).
Singky menilai, proses rekrutmen yang dilakukan Pansel tidak transparan dan tidak memiliki kriteria yang jelas. Padahal, pada seleksi sebelumnya masih ada dua kandidat dengan rekam jejak kuat di bidang konservasi yakni mantan pegawai KBS dan mantan Direktur Kebun Binatang Semarang, namun keduanya justru dinyatakan tidak memenuhi syarat.
“Sekarang orang-orang yang paham dunia konservasi malah disingkirkan. Ini memperlihatkan bahwa Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi tidak menghargai arti penting sebuah lembaga konservasi,” tuturnya.
Ia juga mengungkapkan, Apecsi menerima banyak keluhan dari masyarakat terkait proses rekrutmen direktur yang dinilai berlarut-larut karena beberapa kali ditunda dan diulang tanpa penjelasan.
Selain soal seleksi, ia juga menyoroti insiden anak gajah berusia satu tahun yang ditunggangi pawang (mahout) di area KBS. Menurutnya, tindakan tersebut melanggar prinsip kesejahteraan satwa, sebab anak gajah baru seharusnya disapih dari induknya di usia lima tahun.
“Itu anak gajah baru bayi, belum waktunya ditunggangi. Kejadian seperti ini menunjukkan lemahnya pengawasan terhadap pengelolaan satwa di KBS,” tuturnya.
Singky menegaskan, Apecsi akan membawa persoalan ini ke rapat internal untuk membahas langkah hukum dan advokasi terhadap Wali Kota Surabaya dan pihak pengelola KBS.
“Kami sedang mempertimbangkan apakah akan mengajukan gugatan atau melapor ke instansi yang berwenang mengawasi lembaga konservasi,” pungkasnya.
Reporter: Amanah/Editor:Widyawati





.jpg)
