05 October 2025

Get In Touch

Program 3 Juta Rumah di Kota Malang Dibanderol di Bawah Rp180 Juta

Kepala Disnaker-PMPTSP Kota Malang, Arif Tri Sastyawan. (Santi/Lentera)
Kepala Disnaker-PMPTSP Kota Malang, Arif Tri Sastyawan. (Santi/Lentera)

MALANG (Lentera) - Mayoritas rumah subsidi dalam Program 3 Juta Rumah di Kota Malang yang berlokasi di wilayah Sukun dan Kedungkandang, dibanderol di bawah Rp180 juta per unit.

Dengan fasilitas perizinan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) nol rupiah, bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).

"Perizinannya sama. Yang membedakan hanya retribusinya saja, nol rupiah. Sasarannya kan masyarakat berpenghasilan rendah, jadi itu nanti nol rupiah," ujar Kepala Dinas Tenaga Kerja, Penanaman Modal, dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (Disnaker-PMPTSP) Kota Malang, Arif Tri Sastyawan dikutip, pada Sabtu (4/10/2025).

Arif menyebutkan, hingga saat ini sudah ada hampir 120 pengajuan PBG yang ditandatanganinya. Selain itu, terdapat tambahan pengajuan sekitar 40 hingga 60 unit rumah di wilayah Wonokoyo, Kecamatan Kedungkandang, yang juga mendapat fasilitas serupa.

"Kalau pengajuan tambahan (sampai 60 unit) itu terealisasi, total pengajuan rumah subsidi Program 3 Juta Rumah di Kota Malang bisa mencapai 200 unit sampai akhir tahun 2025," jelasnya.

Lebih lanjut, Arif menjelaskan, mayoritas lokasi pembangunan rumah subsidi berada di kawasan Sukun dan Kedungkandang. Kedua wilayah tersebut dinilai oleh pengembang, masih memiliki harga tanah yang relatif terjangkau dibandingkan wilayah lain di Kota Malang.

"Sekitar empat sampai lima pengembang yang menyediakan rumah subsidi. Sebagian besar berada di Sukun dan Kedungkandang karena harga tanahnya masih memungkinkan," terangnya.

Untuk spesifikasi, rumah subsidi dalam Program 3 Juta Rumah di Kota Malang dibangun dengan tipe 30 atau 32, di atas lahan minimal 60 meter persegi (5x12 atau 6x10 meter), dengan akses jalan depan minimal selebar 6 meter.

Harga setiap unit rumah dipatok di bawah Rp180 juta. Menurut Arif, pengembang biasanya menempatkan unit subsidi di bagian belakang kawasan perumahan, sementara rumah komersial berada di bagian depan dan tetap dikenakan BPHTB sesuai ketentuan.

Terkait kriteria penerima, Arif menegaskan calon pembeli rumah subsidi harus memenuhi sejumlah syarat sebagai masyarakat berpenghasilan rendah. Di antaranya, memiliki penghasilan sesuai batas ketentuan, status pernikahan yang jelas, serta surat keterangan tidak mampu dari instansi berwenang.

"Kalau membeli rumah, harus ada kelengkapannya itu," tambahnya.

Sementara itu, data Kementerian Pekerjaan Umum (PU) menunjukkan kebutuhan rumah layak huni di Indonesia masih sangat tinggi. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2023, terdapat sekitar 9 juta masyarakat di Indonesia, yang belum memiliki rumah sendiri (backlog) dan 26 juta unit rumah yang tergolong tidak layak huni.


Reporter: Santi Wahyu/Editor: Ais

Share:
Lenterasemarang.com.
Lenterasemarang.com.