02 October 2025

Get In Touch

Harga Pertalite Idealnya Rp11.700/L, Purbaya: Masyarakat Beli Hanya Rp 10.000

Menteri Keuangan baru Purbaya Yudhi Sadewa (Dok LPS)
Menteri Keuangan baru Purbaya Yudhi Sadewa (Dok LPS)

JAKARTA (Lentera)-Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa mengungkapkan besarnya selisih harga barang-barang bersubsidi yang selama ini ditanggung pemerintah. Mulai dari Pertalite, Solar, minyak tanah, LPG 3 kg, hingga listrik dan pupuk, subsidi diberikan agar masyarakat bisa memperoleh harga jauh lebih murah dibanding harga keekonomian.

Untuk Pertalite, harga sebenarnya mencapai Rp11.700 per liter. Namun masyarakat hanya membayar Rp10.000. "Artinya, selisih Rp1.700 atau sekitar 15 persen ditutup menggunakan APBN, dengan realisasi subsidi pada 2024 mencapai Rp56,1 triliun yang dinikmati lebih dari 157 juta kendaraan," katanya saat rapat bersama Komisi XI DPR RI, Selasa (30/9/2025) .

Solar mendapat subsidi lebih besar. Dari harga keekonomian Rp11.950/liter, masyarakat hanya mengeluarkan Rp6.800. Dengan demikian, APBN menanggung Rp5.150 atau 43 persen. Total subsidi Solar tahun lalu tercatat Rp89,7 triliun untuk sekitar 4 juta kendaraan.

Minyak tanah juga mendapat subsidi cukup besar. Harga keekonomian Rp11.150/liter ditekan menjadi Rp2.500/liter di masyarakat, sehingga APBN harus menanggung 78 persen atau Rp8.650/liter. Realisasi subsidi minyak tanah pada 2024 mencapai Rp4,5 triliun, dengan penerima manfaat 1,8 juta rumah tangga.

Purbaya menekankan beban terbesar terlihat pada LPG 3 kg. Harga keekonomiannya Rp42.750 per tabung, namun dijual Rp12.750. Artinya, pemerintah menanggung Rp30.000 atau 70 persen per tabung. Subsidi LPG tahun 2024 tercatat Rp80,2 triliun dengan 41,5 juta pelanggan penerima manfaat.

Kebijakan serupa juga berlaku di sektor kelistrikan. Rumah tangga 900 VA bersubsidi hanya membayar Rp600/kWh, jauh lebih rendah dari harga keekonomian Rp1.800/kWh. Subsidi yang ditanggung APBN sebesar Rp156,4 triliun dengan penerima manfaat 40,3 juta pelanggan. Untuk rumah tangga 900 VA non-subsidi, harga listrik dipatok Rp1.400/kWh dari tarif keekonomian Rp1.800/kWh, sehingga APBN masih menanggung selisih Rp47,4 triliun untuk 50,6 juta pelanggan.

Selain energi, subsidi juga menyasar sektor pertanian. Pupuk Urea misalnya, dari harga keekonomian Rp5.558/kg, dijual hanya Rp2.250/kg. Selisih Rp3.308 atau 59 persen ditanggung APBN, dengan realisasi Rp47,4 triliun untuk 7,3 juta ton. Sementara pupuk NPK yang seharusnya Rp10.791/kg dijual Rp2.300/kg, sehingga subsidi mencapai 78 persen per kilogram.

Menurut Purbaya, kebijakan ini adalah bentuk keberpihakan fiskal agar harga tetap terjangkau. Namun, ia mengakui masih ada kelompok masyarakat mampu yang ikut menikmati subsidi energi. “Ke depan, pemerintah akan terus memperbaiki skema agar subsidi dan kompensasi lebih tepat sasaran dan adil,” tegasnya.

Co-Editor: Nei-Dya/berbagai sumber

Share:
Lenterasemarang.com.
Lenterasemarang.com.