
SURABAYA (Lentera) - Membahas sosok perempuan inspiratif seolah tak pernah ada ujungnya. Tokoh-tokoh feminis dunia dikenal lewat perjuangan mereka menegakkan hak perempuan dan kesetaraan gender. Menariknya, masing-masing juga memiliki ciri khas dalam berbusana, mulai dari Kartini dengan kebayanya hingga Malala Yousafzai dengan dupattanya.
Mari lihat bagaimana lima ikon ini menyatukan semangat perjuangan dengan gaya khas mereka.
R.A. Kartini
Raden Ajeng Kartini adalah pelopor emansipasi perempuan Indonesia. Ia lahir dari keluarga bangsawan Jawa dan dikenal lewat surat-suratnya yang memperjuangkan pendidikan bagi kaum perempuan. Gagasannya tentang kesetaraan gender dalam pendidikan bahkan banyak dikagumi oleh kalangan Belanda pada masa kolonial. Pemikirannya kemudian memberikan kontribusi besar dalam lahirnya kesadaran baru tentang kesetaraan gender di Indonesia.
Gaya khas Kartini terwakili lewat tampilan kebaya yang sederhana dan anggun. Saking khasnya model kebaya yang dikenakan Kartini semasa hidupnya, namanya pun disematkan sebagai nama model kebaya tersebut.
Model kebaya Kartini memiliki ciri khas kerah berbentuk segitiga atau V-neck dengan belahan panjang di bagian depan. Kebaya ini biasanya dipadukan dengan kain batik yang memberi kesan berwibawa. Potongannya lurus, simpel, tanpa banyak hiasan, sehingga memberi kesan anggun, sopan, dan berwibawa.
Malala Yousafzai
Malala Yousafzai dikenal sebagai aktivis perempuan dari Pakistan yang berjuang untuk hak pendidikan bagi anak perempuan. Ia menjadi simbol keberanian setelah selamat dari serangan Taliban akibat perjuangannya. Kini, Malala terus bersuara di panggung internasional sebagai penerima Nobel Perdamaian termuda bersama Kailash Satyarthi pada 2014.
Gaya Malala lekat dengan pakaian tradisional Pakistan yang penuh warna cerah. Busananya kerap terdiri dari shalwar kameez dengan dupatta yang disampirkan anggun.
Shalwar kameez merupakan pakaian tradisional perempuan yang terdiri atas dua bagian, shalwar dan kameez. Shalwar berbentuk celana longgar dengan potongan lebar, sementara kameez berbentuk atasan panjang berpotongan lurus yang menutupi hingga lutut atau lebih.
Lalu, dupatta adalah kain panjang berbentuk selendang yang menjadi pelengkap shalwar kameez. Panjangnya bisa mencapai dua meter, biasanya dikenakan di bahu, menutupi dada, atau kadang dijadikan penutup kepala. Busana ini populer di Pakistan, India, dan Bangladesh.
Gloria Steinem
Gloria Steinem merupakan salah satu tokoh feminis paling berpengaruh di Amerika Serikat. Ia dikenal luas sebagai jurnalis, aktivis, sekaligus pendiri majalah Ms. yang menjadi ruang penting bagi suara perempuan pada era 70-an. Melalui tulisan dan gerakannya, Steinem mendorong kesadaran publik tentang isu-isu perempuan, terutama terkait diskriminasi gender yang kala itu masih begitu kuat.
Perannya yang konsisten dalam membela kesetaraan membuatnya dipandang sebagai ikon feminisme internasional. Ia tak hanya berbicara soal teori, tetapi juga terjun langsung dalam aksi sosial dan politik. Steinem hadir dalam demonstrasi, advokasi kebijakan, hingga kampanye publik, menjadikannya figur penting yang membuka jalan bagi generasi feminis berikutnya.
Di balik kiprah besarnya, Gloria Steinem juga memiliki gaya busana khas yang melekat dengan citranya. Ia kerap tampil dengan pilihan pakaian serba hitam—black-on-black—yang memberi kesan elegan sekaligus tegas. Penampilannya mencerminkan kepribadian yang sederhana namun penuh wibawa, menegaskan bahwa fesyen dapat menjadi bagian dari identitas perjuangan seorang aktivis.
Angela Davis
Angela Davis adalah aktivis hak sipil asal Amerika Serikat yang dikenal lantang memperjuangkan kesetaraan gender sekaligus keadilan rasial. Selain sebagai aktivis, ia juga seorang akademisi dengan pemikiran yang berpengaruh besar dalam gerakan feminis, anti-kapitalis, dan perjuangan sosial di berbagai belahan dunia.
Gaya khas Angela Davis kerap terlihat dari penampilannya yang kuat dan penuh karakter. Rambut afro ikonis yang ia kenakan sering dipadukan dengan turtleneck oranye mencolok, jaket kulit, serta kemeja yang menambah kesan berani dan tegas. Penampilannya tidak hanya modis, tetapi juga mencerminkan jati diri serta sikap politiknya.
Pilihan Davis untuk mempertahankan gaya rambut afro pada akhir 1960-an hingga 1970-an bukanlah sekadar tren mode, melainkan pernyataan politik yang mendalam. Afro menjadi simbol kebanggaan identitas kulit hitam sekaligus bentuk perlawanan terhadap standar kecantikan Barat. Dengan tampilannya, Angela Davis menunjukkan bahwa gaya pribadi bisa menjadi alat perjuangan yang kuat.
Yoko Ono
Yoko Ono adalah seniman avant-garde dan aktivis perdamaian asal Jepang yang dikenal melalui karya-karya eksperimentalnya. Lewat seni dan aksi sosial, ia sering menyoroti pentingnya kebebasan berekspresi serta kesetaraan gender. Kehadirannya selalu menghadirkan sesuatu yang baru, bahkan kerap menantang norma-norma konvensional yang berlaku.
Ciri khas Yoko Ono juga tercermin dalam penampilannya. Ia identik dengan potongan rambut pixie modern yang memberi kesan segar, serta topi fedora yang hampir selalu menjadi bagian dari gayanya. Sebelum itu, pada awal 1970-an, Yoko Ono dikenal dengan rambut lurus panjang yang kemudian ia potong bersama John Lennon sebagai bagian dari aksi publik dan kampanye perdamaian.
Konsistensi gaya Yoko Ono hingga kini menjadikannya figur yang eksentrik sekaligus ikonis. Pilihan busananya tidak sekadar estetika, tetapi juga sarana untuk menyampaikan pesan yang selaras dengan semangat karyanya. Dengan itu, Yoko Ono menegaskan bahwa seni, penampilan, dan aktivisme dapat berpadu menjadi satu bahasa perjuangan.
Co-Editor: Nei-Dya/berbagai sumber