SURABAYA (Lentera) -DPRD Jawa Timur mendesak penyusunan norma baru yang lebih tegas untuk melindungi guru dan murid dalam proses pendidikan. Sikap ini disampaikan Wakil Ketua Komisi E DPRD Jatim, Jairi Irawan, yang menyoroti banyaknya persoalan disiplin di sekolah yang berujung pada kriminalisasi maupun salah persepsi antara pendidik dan peserta didik.
Jairi mengungkapkan bahwa maraknya laporan kekerasan di sekolah menunjukkan adanya ruang abu-abu yang harus segera diperjelas negara. “Kita berharap ada norma baru yang mempertegas batasan mana yang boleh dan tidak boleh dilakukan guru. Selama ini ruang abu-abu itu yang menimbulkan masalah,” ungkapnya, Rabu (26/11/2025).
Ia menjelaskan bahwa ketidakjelasan aturan membuat guru merasa terancam dikriminalisasi ketika berupaya mendisiplinkan murid. Di sisi lain, ada pula peserta didik yang menganggap segala bentuk teguran sebagai kekerasan. Menurut Jairi, situasi tersebut tidak boleh dibiarkan terus berlanjut.
Anggota DPRD Jatim dari Dapil Blitar–Tulungagung itu menilai bahwa penyusunan norma baru membutuhkan keselarasan antara Dinas Pendidikan, aparat penegak hukum (APH), dan media. Tiga elemen itu, ujarnya, paling sering bersinggungan dengan kasus kekerasan di sekolah.
“Sering kali media langsung mengangkat isu kekerasan, APH langsung bergerak, sementara guru tidak memiliki pegangan yang jelas. Padahal perlu dibedakan, apa ini disiplin atau memang kekerasan,” tegasnya.
Jairi mengusulkan penerapan restorative justice sebagai mekanisme penyelesaian masalah antara guru dan murid. Ia menilai tidak semua persoalan harus dibawa ke ranah hukum.
“Guru merasa wajib mendisiplinkan, murid merasa diperlakukan keras. Di titik ini harus ada mekanisme restoratif. Jangan sedikit-sedikit kriminalisasi,” katanya.
Selain itu, Jairi menekankan pentingnya penguatan parenting di sekolah guna membangun komunikasi yang lebih baik antara guru, orang tua, dan murid. Ia mengingatkan bahwa orang tua tetap memiliki peran besar dalam pendidikan karakter anak.
“Hubungan guru–orang tua–murid harus terus dirajut. Jangan sampai orang tua merasa sudah menyerahkan anak ke sekolah lalu lepas tangan,” ujarnya.
Ia mendorong Dinas Pendidikan untuk segera merumuskan norma baru tersebut dan memperkuatnya melalui MoU bersama APH serta pemilik media massa. Menurutnya, langkah ini akan memberikan payung hukum yang jelas bagi seluruh pihak.
“Jika sudah ada norma baru, komite sekolah juga bisa ikut memfasilitasi penyelesaian masalah. Sehingga suasana belajar lebih aman, guru nyaman mengajar, murid pun merasa terlindungi,” pungkasnya.
Reporter: Pradhita|Editor: Arifin BH





.jpg)
