15 October 2025

Get In Touch

IMF Naikkan Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Dunia Jadi 3,2%

Ilustrasi logo
Ilustrasi logo

JAKARTA (Lentera)-Dana Moneter Internasional (IMF) memunculkan optimisme baru di tengah gejolak ekonomi global. Lembaga keuangan dunia itu menaikkan proyeksi pertumbuhan ekonomi global pada 2025 menjadi 3,2 persen, lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya sebesar 3 persen yang dirilis pada Juli lalu.

Kenaikan proyeksi ini mencerminkan mulai meredanya ketegangan perdagangan serta stabilnya kondisi keuangan internasional, meski IMF tetap mengingatkan adanya risiko baru dari konflik tarif yang kembali memanas antara Amerika Serikat dan China.

Dalam laporan terbarunya, World Economic Outlook, IMF menyebut kesepakatan dagang yang dicapai AS dengan sejumlah negara besar berhasil menahan potensi perang tarif besar-besaran yang sebelumnya digembar-gemborkan Presiden Donald Trump. Hal ini memberi ruang bagi aktivitas perdagangan dan investasi untuk tumbuh lebih kuat dibandingkan awal tahun.

“Kondisi global tidak seburuk yang kita khawatirkan, tapi masih belum sebaik yang kita butuhkan,” ujar Pierre-Olivier Gourinchas, Kepala Ekonom IMF, dalam konferensi pers menjelang pertemuan tahunan IMF dan Bank Dunia di Washington.

Menurut Gourinchas, peningkatan kinerja ekonomi juga ditopang oleh ketangguhan sektor swasta. Banyak perusahaan dengan cepat menyesuaikan rantai pasokan, mempercepat impor, dan mengubah rute perdagangan untuk menghindari efek tarif yang berpotensi menekan produksi.

Namun, ketenangan itu tidak berlangsung lama. Trump kembali mengguncang pasar dengan ancaman penerapan bea masuk hingga 100 persen terhadap barang-barang asal China, menyusul kebijakan Beijing yang memperluas kontrol ekspor logam tanah jarang—komoditas penting untuk industri teknologi global.

“Jika kebijakan ini benar-benar diberlakukan, dampaknya bisa signifikan terhadap stabilitas ekonomi dunia,” lanjut Gourinchas.

Sementara itu, Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva menilai keputusan sebagian besar negara untuk tidak membalas tarif AS menjadi salah satu faktor utama yang menjaga ketahanan ekonomi global.

“Sejauh ini, dunia memilih untuk tidak membalas, dan tetap berdagang di bawah aturan yang berlaku. Itu keputusan yang bijak,” kata Georgieva di sela pertemuan tahunan IMF di Washington.

Menurut IMF, rata-rata tarif efektif AS kini turun menjadi 17,5 persen dari prediksi sebelumnya yang mencapai 23 persen. Penurunan ini merupakan hasil kesepakatan dagang dengan Uni Eropa, Jepang, dan sejumlah mitra lainnya. Kondisi tersebut memperkuat perdagangan lintas negara dan menambah optimisme di pasar keuangan.

Selain faktor kebijakan, IMF juga mencatat peningkatan efisiensi di berbagai negara yang mulai mendorong sektor swasta sebagai motor pertumbuhan, disertai upaya mempercepat alokasi sumber daya yang lebih produktif.

Risiko Masih Mengintai

Meski demikian, IMF tetap memberi peringatan. Valuasi pasar saham yang tinggi, terutama di sektor teknologi, menjadi sumber potensi risiko baru. Kenaikan harga saham yang melesat terlalu cepat bisa memunculkan koreksi tajam bila ekspektasi ekonomi tidak sejalan dengan kenyataan.

“Ini semacam taruhan besar,” ujar Georgieva. “Kalau inovasi dan produktivitas benar-benar meningkat, ekonomi akan tumbuh lebih cepat. Tapi kalau tidak, kita bisa menghadapi perlambatan baru.”

Di sisi lain, Menteri Keuangan AS Scott Bessent memastikan perundingan dengan Beijing masih berlangsung. Washington berupaya menekan eskalasi tarif agar tidak memicu ketegangan baru yang dapat mengguncang pasar global.

Dengan revisi naik menjadi 3,2 persen, IMF menilai ekonomi dunia masih memiliki ruang untuk tumbuh, meski penuh kehati-hatian. Stabilitas perdagangan, adaptasi cepat dunia usaha, dan turunnya tensi tarif menjadi sinyal bahwa pemulihan global tengah bergerak ke arah yang lebih positif.

Namun, di balik optimisme itu, bayangan perang dagang dan ketidakpastian geopolitik masih membayangi laju pertumbuhan. Dunia kini menunggu: apakah upaya diplomasi ekonomi bisa menenangkan pasar, atau justru memunculkan babak baru persaingan global.

Co-Editor: Nei-Dya/berbagai sumber

Share:
Lenterasemarang.com.
Lenterasemarang.com.