
MALANG (Lentera) - Menurunnya dana transfer ke daerah (TKD) pada tahun anggaran 2026, berdampak terhadap alokasi dana hibah di Kota Malang.
Kepala Bagian Kesejahteraan Rakyat (Kesra) Setda Kota Malang, Achmad Sholeh menyebut penurunan TKD tersebut membuat anggaran hibah, termasuk untuk organisasi kemasyarakatan (ormas) terancam mengalami pengurangan.
Sholeh menegaskan, hibah yang diberikan oleh pemerintah daerah harus mengikuti ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri).
"Pasti akan berpengaruh. Sebab Permendagri sendiri berbunyi, hibah itu diberikan apabila urusan wajib dan urusan lainnya di pemerintahan itu sudah terpenuhi. Kalau sudah terpenuhi, baru kita memikirkan hibah," ujar Sholeh, Selasa (14/10/2025).
Menurutnya, pemerintah daerah akan melakukan penyesuaian terhadap nilai nominal hibah yang disalurkan, bukan pada jumlah ormas penerimanya. "Nilai nominalnya yang akan menyesuaikan anggaran yang ada," lanjutnya.
Diketahui, berdasarkan dokumen Kebijakan Umum Anggaran dan Plafon Prioritas Anggaran Sementara (KUA-PPAS) APBD 2026, TKD Kota Malang diperkirakan menurun sebesar 21,2 persen, dari semula Rp1,3 triliun dalam APBD Induk 2025 menjadi Rp1,05 triliun.
Kondisi tersebut berpotensi menekan kemampuan fiskal daerah, termasuk dalam menyalurkan hibah bagi ormas di bawah koordinasi Bagian Kesra.
Di sisi lain, Sholeh menyebut dalam tiga tahun terakhir jumlah ormas penerima hibah justru mengalami peningkatan. "Ormas yang memperoleh hibah di 2025 ini ada 17. Kalau di 2024 ada 13, di 2023 juga ada 13," katanya.
Dijelaskannya, meningkatnya jumlah penerima hibah disebabkan oleh banyaknya masyarakat dan organisasi yang mengajukan permohonan bantuan ke pemerintah daerah.
Lebih lanjut, pada tahun anggaran 2025 ini, Pemkot Malang menggelontorkan sekitar Rp2,9 miliar untuk belasan ormas yang menerima hibah.
Di antaranya, Badan Wakaf Indonesia (BWI) sebesar Rp150 juta, Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Rp200 juta, Dharma Gita Rp25 juta, dan Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Rp300 juta.
Selain itu, Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) menerima Rp600 juta, Nasyiatul Aisyiyah Rp40 juta, Fattayat NU Rp100 juta, serta Dewan Masjid Indonesia (DMI) Rp200 juta. Hibah juga diberikan kepada Gereja HKBP sebesar Rp100 juta, Masjid Jami’ Kota Malang Rp150 juta, dan Asosiasi Penghulu Republik Indonesia (APRI) Rp50 juta.
Beberapa penerima hibah lainnya adalah Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebesar Rp600 juta, Forum Komunikasi Pondok Pesantren (FKPP) Rp25 juta, Wanita Hindu Dharma Indonesia (WHDI) Rp20 juta, PP Al Hayatul Islamiyah Rp100 juta, Muhammadiyah Rp200 juta, serta Majelis Umat Kristen Indonesia (MUKI) sebesar Rp25 juta.
Sholeh memastikan, kebijakan pemberian hibah tetap dilakukan secara selektif, transparan, dan disesuaikan dengan ketentuan peraturan yang berlaku.
"Artinya, jangan sampai ada kegiatan yang tidak berwujud. Karena anggaran yang sudah diajukan itu harus benar-benar terlaksana sehingga setiap kegiatan, kami usahakan agar bisa hadir untuk mendampingi pelaksanaannya," paparnya.
Reporter: Santi Wahyu/Editor: Ais