
SURABAYA (Lentera) – Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) DPRD Provinsi Jawa Timur (Jatim) menilai perlunya reformasi penanggulangan bencana di provinsi ini. Tujuannya agar dapat menyesuaikan dengan perkembangan paradigma nasional dan kebutuhan masyarakat di daerah rawan bencana.
Juru bicara Fraksi PDI Perjuangan, Martin Hamonanggan, menyatakan sebagai partai yang menempatkan keselamatan rakyat di atas segalanya, fraksinya memandang perlu untuk menelaah secara mendalam alasan serta dasar pengajuan peperubahaPerda ini oleh Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Ia menekankan, setiap kebijakan publik tidak hanya harus sah secara hukum, tetapi juga memiliki nilai kemanfaatan sosial dan politik yang nyata bagi masyarakat Jawa Timur.
“Sebagai partai yang menempatkan keselamatan rakyat di atas segalanya, Fraksi PDI Perjuangan memandang penting untuk terlebih dahulu menelaah secara cermat dasar dan alasan Pemerintah Provinsi mengajukan perubahan terhadap Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2010,” ujar Martin, Senin (13/10/2025).
Menurutnya, analisis terhadap urgensi perubahan tersebut sangat penting agar kebijakan yang dihasilkan benar-benar mampu menjawab tantangan zaman dan kebutuhan masyarakat yang tinggal di wilayah rawan bencana seperti Jawa Timur.
Martin menilai bahwa urgensi perubahan ini semakin kuat jika melihat kelemahan mendasar dari Perda Nomor 3 Tahun 2010. Regulasi yang telah berusia lebih dari satu dekade itu dinilai tidak lagi kompatibel dengan dinamika kebijakan nasional, termasuk dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana serta Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana.
“Beberapa pasal dalam perda lama belum adaptif terhadap paradigma penanggulangan bencana modern yang menekankan prinsip disaster risk reduction dan resilience building," jelas Martin.
Lebih lanjut, Fraksi PDI Perjuangan menyoroti bahwa perda lama juga belum menegaskan peran koordinatif Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), serta belum secara optimal mengatur sinergi antar-perangkat daerah, dunia usaha, dan masyarakat sipil dalam menghadapi bencana. Padahal, kata Martin, pengalaman bencana di berbagai daerah menunjukkan bahwa kolaborasi lintas sektor merupakan faktor kunci dalam mempercepat penanganan dan pemulihan.
“Secara kelembagaan, perda tersebut belum secara tegas mengatur peran koordinatif BPBD serta keterlibatan perangkat daerah lain, dunia usaha, dan masyarakat sipil,” ujarnya.
Selain dari sisi kelembagaan, Fraksi PDI Perjuangan juga menyoroti aspek pembiayaan penanggulangan bencana yang diatur dalam perda lama. Menurut Martin, mekanisme yang berlaku selama ini belum memberikan ruang cukup untuk fleksibilitas penggunaan dana kedaruratan, serta kurang transparan dalam pengelolaannya. Hal ini berdampak pada lambatnya respons pemerintah daerah dalam situasi darurat.
“Di sisi lain, mekanisme pembiayaan bencana dalam perda lama juga belum memberikan ruang yang cukup bagi fleksibilitas penggunaan dana kedaruratan dan transparansi publik dalam pengelolaannya,” tegas Martin.
Ia menambahkan, birokrasi yang kaku dan berlapis sering kali membuat penanganan bencana berjalan lambat, padahal waktu adalah faktor paling krusial dalam menyelamatkan nyawa dan mengurangi kerugian. Menurut Fraksi PDI Perjuangan, perubahan perda ini harus diarahkan pada reformasi sistem penanggulangan bencana yang cepat, transparan, dan berbasis koordinasi lintas lembaga.
“Dalam banyak situasi darurat, respons pemerintah daerah sering kali terhambat oleh keterbatasan administratif dan birokratis yang seharusnya dapat diantisipasi melalui pengaturan yang lebih progresif,” pungkasnya.
Reporter: Pradhita/Editor:Widyawati