15 October 2025

Get In Touch

Usia 92 Tahun, Presiden Kamerun Paul Biya Nyapres Lagi Incar Periode Ke-8

Kartu calon Presiden Kamerun Paul Biya dipajang di salah satu tempat pemungutan suara pada hari pemilihan presiden Kamerun, di Garoua, Kamerun, 12 Oktober 2025./Reuters
Kartu calon Presiden Kamerun Paul Biya dipajang di salah satu tempat pemungutan suara pada hari pemilihan presiden Kamerun, di Garoua, Kamerun, 12 Oktober 2025./Reuters

JAKARTA (Lentera) -Kamerun menggelar pemilihan presiden pada Minggu (12/10/2025) waktu setempat yang berpotensi memperpanjang kekuasaan Presiden Paul Biya, pemimpin tertua di dunia, untuk tujuh tahun ke depan.

Melansir Al Jazeera pada Senin (13/10/2025), pemilu satu putaran di negara berpenduduk 30 juta jiwa itu diperkirakan kembali memenangkan Biya yang kini berusia 92 tahun, untuk masa jabatan kedelapan.

Biya telah berkuasa selama 43 tahun sejak pertama kali menjabat pada 1982. Dalam pemilu kali ini, Biya berhadapan dengan 11 kandidat lain, termasuk mantan juru bicara pemerintah Issa Tchiroma Bakary (79), yang secara mengejutkan memperoleh momentum kampanye kuat dengan seruan mengakhiri kepemimpinan Biya yang telah berlangsung selama puluhan tahun.

Bakary, sekutu dekat Biya selama dua dekade yang mundur dari kabinet pada Juni lalu untuk bergabung dengan oposisi, kini dianggap sebagai pesaing utama setelah kandidat populer lain, Maurice Kamto, dilarang ikut serta dalam pemilu.

Namun, sejumlah analis memperkirakan Biya masih akan menang berkat kontrol kuat atas aparat negara serta oposisi yang terpecah.

Para pemilih, baik pendukung Biya maupun kubu perubahan, dilaporkan sama-sama berharap pemimpin berikutnya bisa mengatasi tantangan ekonomi dan sosial yang dihadapi negara tersebut.

Meski produk domestik bruto (PDB) Kamerun terus tumbuh sejak 2023, pengangguran, penurunan harga komoditas, dan meningkatnya kemiskinan di tengah krisis biaya hidup telah membebani masyarakat. Investasi infrastruktur baru juga sangat dibutuhkan.

Lebih dari 8 juta warga terdaftar untuk memberikan suara, termasuk 34.000 diaspora di luar negeri. Dewan Konstitusi memiliki waktu hingga 26 Oktober untuk mengumumkan hasil resmi.

Politik "Pecah Belah untuk Berkuasa" 

"Jangan naif. Sistem pemerintahan yang berkuasa memiliki banyak cara untuk memastikan hasil sesuai keinginan mereka,” kata ilmuwan politik Kamerun Stephane Akoa, mengutip Bisnis.

Menurutnya, kampanye kali ini memang lebih dinamis dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, tetapi kejutan tetap bisa saja terjadi.

Francois Conradie, ekonom politik senior di Oxford Economics, menilai peluang kejutan kecil namun tak mustahil. Dia mengatakan, oposisi yang terpecah dan kekuatan mesin politik Biya kemungkinan besar akan mengantarkannya pada masa jabatan kedelapan.

“Biya bertahan selama lebih dari empat dekade dengan strategi memecah lawan-lawannya. Meskipun usianya sudah lanjut, mesin politik yang ia bangun tampaknya masih bekerja untuk menjaga kekuasaannya,” lanjut Conradie.

Biya, yang selalu menang dengan lebih dari 70% suara dalam setiap pemilu dua dekade terakhir, kembali menjalankan kampanye yang minim eksposur publik

Biya dilaporkan baru tampil di depan umum pekan lalu di kota Maroua, satu-satunya kampanye terbuka yang dihadiri ratusan orang—jauh lebih sedikit dibandingkan ribuan massa pendukung Bakary di kota yang sama.

Kondisi kesehatan Biya sering menjadi bahan spekulasi, karena dia diketahui sering menghabiskan waktu di Eropa, sementara urusan pemerintahan sehari-hari dijalankan oleh pejabat partai dan anggota keluarganya, menurut laporan Associated Press.

Seruan untuk Perubahan

Kamerun dikenal sebagai ekonomi paling terdiversifikasi di Afrika Tengah serta produsen minyak dan kakao yang penting.

Namun, sekitar 40% penduduk hidup di bawah garis kemiskinan. Banyak pemilih mengeluhkan tingginya biaya hidup, pengangguran, serta minimnya akses air bersih, layanan kesehatan, dan pendidikan berkualitas.

“Kami ingin perubahan karena pemerintahan saat ini terlalu otoriter,” kata Hassane Djbril, seorang sopir di ibu kota Yaounde.

Dia menyatakan dukungannya kepada Bakary. Senada, Herves Mitterand, seorang montir di Douala, mengatakan kondisi negara justru semakin memburuk. 

“Kami ingin melihat perubahan yang nyata, bukan sekadar janji,” ujarnya.

Pemungutan suara kali ini juga berlangsung di tengah bayang-bayang konflik antara pasukan separatis dan pemerintah di wilayah barat laut dan barat daya yang berbahasa Inggris, yang telah berlangsung sejak 2016 (*)

Editor: Arifin BH

Share:
Lenterasemarang.com.
Lenterasemarang.com.