04 October 2025

Get In Touch

Keterbatasan Dapur dan Juru Masak MBG di Kota Malang jadi Sorotan Anggota DPRD

Ilustrasi: Salah satu dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang telah beroperasi di Kedungkandang, Kota Malang. (Santi/Lentera)
Ilustrasi: Salah satu dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang telah beroperasi di Kedungkandang, Kota Malang. (Santi/Lentera)

MALANG (Lentera) - Terbatasnya dapur dan tenaga masak dalam pelaksanaan Program Makan Bergizi Gratis (MBG), di Kota Malang, menjadi sorotan DPRD setempat.

Hingga awal Oktober 2025, berdasarkan data Badan Gizi Nasional (BGN) yang dimuat pada laman bgn.go.id, baru 10 dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang telah beroperasi di Kota Malang, sehingga belum mampu memenuhi kebutuhan ribuan siswa penerima manfaat.

"Tenaga masak itu kan nggak mudah. Masak jumlah besar, kemudian sudah dimulai jam 2 pagi. Kalau baru ada beberapa dapur, ya repot," ujar anggota DPRD Kota Malang, Suyadi, Sabtu (4/10/2025).

Suyadi menilai, sejatinya MBG merupakan langkah positif pemerintah untuk mendukung pemenuhan gizi anak sekolah. Namun, ia mengingatkan program ini belum sepenuhnya siap secara teknis di daerah, khususnya dalam hal operasional dapur SPPG.

Disebutkannya, jumlah dapur yang beroperasi di Kota Malang masih sangat terbatas. Padahal, setiap dapur harus mampu memasak dan mendistribusikan ribuan porsi makanan ke berbagai sekolah setiap hari.

Kondisi tersebut, menurutnya, berpotensi menurunkan efektivitas program jika tidak segera diatasi. Berdasarkan catatan Sarjana Penggerak Pembangunan Indonesia (SPPI) wilayah Kota Malang, hingga saat ini terdapat 13 dapur SPPG yang sudah terbentuk, dengan 10 di antaranya telah resmi beroperasi.

Dari jumlah tersebut, program MBG baru menjangkau sekitar 29 ribu siswa penerima manfaat. Koordinator Wilayah SPPI Kota Malang, Muhammad Athoillah, menjelaskan, idealnya Kota Malang membutuhkan 85 dapur SPPG agar seluruh peserta didik dapat terlayani.

Hal itu merujuk pada proyeksi kapasitas setiap dapur yang mampu melayani sekitar 3.000 porsi makanan per hari.

Sementara itu, data dari Portal Data Pendidikan Kemendikdasmen per 29 September 2025, tercatat jumlah peserta didik aktif di Kota Malang mencapai 224.063 orang. Artinya, dengan jumlah dapur yang masih terbatas, program MBG di Kota Malang baru mampu menjangkau sebagian kecil dari total siswa yang menjadi sasaran program.

Selain menyoroti persoalan dapur dan tenaga masak, Suyadi juga menaruh perhatian pada pengelolaan makan di sekolah. Ia menilai guru perlu dilibatkan lebih jauh dalam pengaturan kegiatan makan bersama siswa. Untuk memastikan pelaksanaan berjalan tertib dan higienis.

"Kalau makan di ruang kelas, siapa yang ngelola? Sementara gurunya tidak dapat makan," paparnya.

Menurut Suyadi, seluruh kendala teknis yang muncul perlu menjadi bahan evaluasi bagi pemerintah. Agar pelaksanaan program MBG ke depan dapat berjalan lebih baik dan tepat sasaran.

"Presiden pasti juga tahu dinamika di lapangan. Semoga ke depan harus lebih bagus. Kepala daerah hanya bisa mendorong, tapi teknisnya ini yang perlu dibereskan," tegasnya.

Sementara itu, Wali Kota Malang, Wahyu Hidayat sebelumnya telah menginstruksikan agar guru turut mencicipi makanan yang dikirim ke sekolah dari dapur SPPG, langkah tersebut dilakukan untuk memastikan kelayakan dan keamanan makanan sebelum dikonsumsi siswa.

"Dari tampilan, kemudian baunya, itu kan bisa kelihatan nanti," ijar Wahyu.

Wahyu menegaskan, pengawasan kualitas makanan harus dilakukan secara berlapis. Ia juga telah meminta Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Malang untuk turut memantau dan memastikan seluruh makanan yang diterima siswa dalam kondisi layak konsumsi.

Reporter: Santi Wahyu/Editor: Ais

Share:
Lenterasemarang.com.
Lenterasemarang.com.