27 September 2025

Get In Touch

Menyingkap Sejarah di Museum Bank Indonesia: Dari Rempah, ORI hingga Uang Kain jadi Alat Tukar

Edukator Museum BI, Trikanti Wigati, menjelaskan sejarah berdirinya bangunan tesebut, Selasa (23/9/2025). (Santi/Lentera)
Edukator Museum BI, Trikanti Wigati, menjelaskan sejarah berdirinya bangunan tesebut, Selasa (23/9/2025). (Santi/Lentera)

MALANG (Lentera) - Tak banyak yang tahu bahwa kain pernah menjadi alat tukar resmi di nusantara. Fakta menarik itu, bersama kisah rempah dan uang ORI, tersaji di Museum Bank Indonesia (BI), Jakarta Barat.

Museum ini bukan sekadar ruang penyimpan benda bersejarah, melainkan lorong waktu yang mengajak pengunjung menelusuri perjalanan panjang perdagangan dan perbankan di tanah air.

Dari balik kaca pameran, pengunjung seakan menyaksikan bagaimana denyut ekonomi Indonesia bertransformasi. Setiap benda yang terpajang bukan sekadar koleksi, melainkan saksi bisu dari pergulatan bangsa menghadapi zaman.

Suasana itu terasa, pada Selasa (23/9/2025) lalu, ketika rombongan wartawan dari Kota Malang ditemani edukator museum, Trikanti Wigati. Dengan tutur sabar, ia menjelaskan detail demi detail koleksi yang terhampar.

"Pada masa lampau rempah bahkan memiliki nilai lebih tinggi dari emas," ujarnya sambil menunjuk miniatur rempah-rempah, kemudian beralih pada miniatur kapal pinisi dengan dayung besar. Simbol itu menggambarkan betapa jalur pelayaran nusantara dulu menjadi urat nadi perdagangan rempah ke berbagai belahan dunia.

Perjalanan berlanjut ke ruang yang menyimpan koleksi bersejarah, Oeang Republik Indonesia (ORI). Trikanti berkisah, pada awal kemerdekaan, uang tersebut tidak diedarkan secara terbuka.

Distribusinya dilakukan secara sembunyi-sembunyi agar masyarakat perlahan meninggalkan mata uang Jepang dan Belanda yang masih beredar. Kisah ini membuat para pengunjung seakan merasakan tegangnya masa-masa transisi Indonesia saat itu, negara muda yang berjuang menegakkan kedaulatan.

Namun, tidak semua ruang menghadirkan kesan serius. Museum ini juga memiliki Fun Fact Room, tempat pengunjung bisa mengenal sebutan uang di Indonesia, mulai dari rupiah, uang, hingga duit. Kehadiran ruang ini menjadi jeda segar di tengah narasi sejarah yang padat.

Museum Bank Indonesia, Jakarta Barat, Selasa (23/9/2025). (Santi/Lentera)
Museum Bank Indonesia, Jakarta Barat, Selasa (23/9/2025). (Santi/Lentera)

Daya tarik lain hadir dari ruang pamer berisi uang asli dari zaman kerajaan hingga era modern. Di sana, sebuah robekan kain bernama kampua atau bida menarik perhatian pengunjung.

Uang kain ini digunakan pada abad ke-14 sebagai bentuk transisi dari sistem barter menuju alat tukar yang lebih terukur. "Nilainya ditentukan dari ukuran kain. Misalnya, untuk memperoleh satu butir telur, ukuran kain yang diberikan setara dengan telapak tangan raja," jelas Trikanti.

Keistimewaan Museum Bank Indonesia tidak hanya pada koleksi, melainkan juga bangunannya. Gedung ini dibuka untuk umum pada 15 Desember 2006 dan diresmikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 19 Juli 2009. Sebelum menjadi museum, ia merupakan kantor Bank Indonesia Kota yang sarat nilai sejarah.

Jika ditarik lebih jauh, tapak lokasi museum bahkan mencatat jejak sejak abad ke-17. Pada 1628, bangunan di kawasan itu adalah gereja Protestan, sebelum kemudian dibongkar dan dipakai untuk menaruh meriam ketika pasukan Sultan Agung menyerang Batavia. 

Dua abad berselang, Belanda mendirikan De Javasche Bank di lokasi yang sama. Setelah Indonesia merdeka, bank itu dinasionalisasi dan menjadi bagian penting sejarah perbankan nasional.

"Pada awalnya, De Javasche Bank menempati gedung dua lantai bekas Binnenhospitaal, rumah sakit dalam tembok kota Batavia. Kawasan ini sejak abad ke-16 sudah menjadi pelabuhan penting yang ramai disinggahi kapal dagang dari berbagai belahan dunia," tutur Trikanti.

Kebutuhan ruang yang kian berkembang membuat gedung lama mengalami renovasi hingga empat kali antara 1909 hingga 1933. Akhirnya, bangunan lama diganti dengan gedung baru yang lebih megah, karya arsitek Ed. Cuypers. Bergaya klasik, gedung ini memiliki denah segi empat dengan halaman terbuka, sekaligus memadukan fungsionalitas dan estetika yang bertahan hingga kini.


Reporter: Santi Wahyu/Editor: Lut/Ais

 

Share:
Lenterasemarang.com.
Lenterasemarang.com.